The 3 F’s of Eid Al-Fitr in Indonesia

Image
  After one month fasting, the Indonesian Muslims to celebrate of Eid Al-Fitr holiday. The Eid Al-Fitr has 3 F’s the meaning of for Indonesian tradition. 1.         Food “Opor ayam and Ketupat” is the classic food for the Indonesian to cooked. Every family cooked that’s foods for family members and their guests, also served many cookies. So, Indonesian always got fat after Eid Al-Fitr holiday if they not diet. 2.        Family The Eid Al-Fitr is the meaning of back to home or the popular words in Indonesian is “mudik”. Every family member who was living out from home will back to home to celebrate that’s holiday together. Tought the price of the transportation increase are all. 3.        Forgiveness Like was a baby new born is the meaning of Fitr so the Indonesian Muslims will forgiveness each other with family members, neighbors, and coworkers and ect. They are will visit the home each other for connected with. For those the tourists want to feel like an Indonesian Musli

Bali

Bali, setiap orang memimpikan bisa menghabiskan waktu liburan di pulau ini. Sebagai tolak ukur bagi kemajuan bisnis pariwisata Indonesia dengan potensi alam yang dimiliki dan di bantu dengan keramahan warga lokal menjadi nilai penting suatu kemajuan tempat tujuan wisata. Mungkin banyak orang Indonesia masih beranggapan jika biaya liburan ke Bali mahal, tetapi kita bisa menghemat biaya terutama untuk tiket pesawat, penginapan, makan dan transportasi selama liburan. Meskipun ntuk tiket pesawat mungkin kita tidak bisa banyak menghemat karena harga dasar dari tiket sudah di tetapkan oleh perusahaan maskapai penerbangan. Kita masih bisa menghemat untuk biaya penginapan dengan cara memilih hotel atau homestay dengan harga murah. Dan untuk makan kita memilih warung makan bukan restaurant, untuk transportasi selama liburan bisa menyewa motor sehingga lebih murah di bandingkan harus menyewa mobil atau ikut paket tur.

Karena ini merupakan perjalanan perdana ke Bali sehingga saya sangat antusias untuk mempersiapkan semuanya  terutama permohonan izin cuti dari kantor. Sehingga yang pertama saya pikirkan adalah mencari hari libur nasional yang terjepit supaya bisa ambil cuti untuk berapa hari meninggalkan pekerjaan tetapi mendapat hari libur yang maksimal. Persiapan kedua adalah rajin berselancar di internet mencari info harga tiket penerbangan yang sedang promo di tanggal tersebut. Dan yang terakhir mencari hotel yang sesuai isi kantong dan dekat dengan obyek wisata yang ingin kita jelajahi.

Dengan persiapan yang sudah terencana, berharap liburan akan sesuai dengan yang di angan-angan apalagi liburan bertiga dengan teman. Meskipun begitu ada satu kesamaan dari kami yaitu menyukai pantai yang masih alami dan sepi dari pengunjung sehingga bisa bebas menikmati keindahan pantai. Kami memilih menginap di www.suriwathi.com yang berlokasi di Legian.

Penerbangan dari Jakarta ke Denpasar memerlukan waktu sekitar 1,5 jam. Selisih waktu jam di Bali dengan Jakarta adalah satu jam lebih cepat. Karena hotel tempat menginap kami menyediakan jasa antar jemput dari bandara ke hotel sehingga kami tidak begitu repot untuk mencari transportasi menuju hotel.

Setelah sampai di hotel dan menyimpan koper di hotel, kami tidak langsung istirahat tetapi memulai perjalanan keliling Legian dan Kuta dengan jalan kaki di bawah terik matahari Bali. Itulah kegilaan pertama di liburan ini tanpa ada rasa lelah meskipun baru tiba. Setelah merasa lelah keliling dengan jalan kaki karena belum sempat sewa sepeda motor kami pun langsung kembali ke hotel dan rileksasi dengan cara berenang terlebih dahulu sebelum mandi. Sebenarnya jalanan di Legian dan Kuta di waktu siang hari itu tidak begitu ramai tetapi jika sore banyak sekali kendaraan yang lewat dan wisatawan lokal maupun mancanegara yang sekedar berjalan-jalan untuk menikmati suasana sore di pinggir pantai sambil melihat dan mengabadikan  matahari terbenam.

Menikmati suasana malam di Bali sungguh berbeda karena yang kita temui hanyalah wisatawan mancanegara sehingga kami merasa berada di Negara orang. Mungkin itulah yang membuat Bali itu berbeda dengan kota lain yang menjadi ikon wisata dan memiliki keindahan pantai yang sama. Sebelum menikmati malam di Bali terlebih dahulu kami mengisi perut di warung Padang dekat hotel, ternyata warung Padang itu tersebar di seluruh Indonesia. Dan harganya juga tidak jauh berbeda dengan dengan harga Jakarta, selama 6 hari di Bali kami hanya makan di warung Padang atau makanan cepat saji.

Hari kedua di Bali kami lewati dengan menikmati pantai Geger yang berada di daerah Nusa Dua. Dengan menyewa sepeda motor kami bertiga menuju Nusa dua, ternyata dengan adanya penyewaan sepeda motor di Bali sangat memudahkan wisatawan untuk menjelajahi Bali karena sekarang banyak jalanan kota yang macet seperti di Jakarta meskipun tidak separah Ibu Kota. Perjalanan untuk menuju pantai geger memiliki cerita tersendiri karena sering kami jumpai penduduk lokal dengan rutinitasnya. Ketika kami ke pantai geger ternyata sedang dimulai pengerjaan pembangunan The Mulia Hotel sehingga jalanan yang kami lewati berdebu. Setelah beberapa kali salah jalan akhirnya sampai juga di pantai geger. Di pantai geger kami tidak langsung bisa menikmati keindahan pantai karena untuk menuju pantai geger harus menuruni anak tangga sehingga kami bisa menikmati pantai dari atas terlebih dahulu dan sesekali kami melihat kera yang bergelantungan di pohon.


Di pantai geger ini kami juga bisa melihat hewan onta yang disewakan dan terlihat juga ada orang yang sedang melakukan foto pre wedding. Dengan pasir pantai seperti merica membuat nyaman untuk tiduran diatasnya meskipun panas matahari yang tentunya bisa membakar kulit kami. Ada juga jasa pijat dan kamar mandi untuk bilas yang disediakan oleh penduduk lokal sehingga pengunjung tidak segan untuk bermain di pantai. Karena perjalanan dari Nusa Dua ke Legian lumayan memakan waktu sehingga kami tidak sampai melihat matahari terbenam  di pantai geger.

Dan yang lebih berwarna dari liburan kami adalah melihat langsung acara selamatan di hotel tempat kami menginap yang pada saat itu sedang melaksanakan upacara pemindahan tempat ibadah yang berada di area hotel. Sehingga kami bisa mengetahui tata cara selamatan yang dilakukan warga Bali. Di hotel tempat kami juga banyak kebiasaan yang belum pernah di jumpai di Jakarta, seperti yang kami amati. Karena sedang ada pembangunan dalam rangka  panambahan kamar huni tetapi yang kami lihat bukannya pekerja pria tetapi banyak pekerja wanita yang sedang melakukan pekerjaan kasar yang biasa di lakukan oleh pria sebagai buruh bangunan. Tanpa rasa lelah mereka melakukan pekerjaan kasar tersebut. Mungkin itu adalah sebagian dari tradisi mereka jadi sehingga jika kita melihat pekerja bangunan wanita di Bali tidaklah heran. 


Setiap melakukan perjalanan pasti kita akan menemukan teman baru yang dapat menambah keseruan begitu juga di hari ketiga liburan kami. Disaat jalan-jalan di Legian kami berkenalan dengan temen baru kami yaitu dua orang gadis. Yang ternyata mereka masih duduk di bangku SMA dan sedang menikmati liburan mendadak untuk menghadiri  acara keluarga di daerah Ubud.
Ubud, mungkin bagi sebagian orang sudah mengenalnya setelah menjadi salah satu tempat untuk syuting film Hollywood yang di bintangi oleh Julia Roberts yaitu Eat Pray and Love. Tetapi sebelum ke Ubud kami sempatkan untuk Shalat Jumat terlebih dahulu di Kuta. Perjalanan ke Ubud dari Legian menggunakan sepeda motor membutuhkan waktu kurang lebih dua jam, karena ini perjalanan pertama ke Ubud sehingga kami belum tahu jalan. Tetapi itulah indahnya dari suatu perjalanan tanpa harus tahu jalan sebelumnya sehingga kita bisa berkomunikasi dengan penduduk lokal dan belajar bahasanya. Jika melakukan perjalanan ke Ubud kita juga bisa sekalian mengunjungi Istana Tampak Siring dan jika bertepatan dengan malam bulan purnama kita bisa menjumpai warga yang pergi ke mata air Tampak Siring untuk melakukan mandi suci. Sehingga kita bisa mengetahui kebudayaan dan kebiasaan masyarakat Ubud secara langsung. Karena jaraknya yang jauh dan susahnya transportasi umum sehingga ada beberapa warga Ubud yang belum pernah ke Kuta. Mungkin itulah cerminan pariwisata di Indonesia belum tentu kota yang pariwisatanya maju warga lokalnya bisa menikmati kemajuan tersebut.  Selain Istana Tampak Siring kita juga menjumpai Museum Soekarno yang di bangun untuk menyimpan benda-benda peninggalan presiden pertama Republik Indonesia yang sebelumnya di simpan di Istana karena adanya Bom Bali 1 dan 2 sehingga jika kita ingin masuk ke Istana tidak mudah dan diharuskan booking terlebih dahulu.

Melakukan perjalanan ke Ubud dengan sepeda motor seharusnya kita mengetahui perbedaan suhu terlebih dahulu antara ubud dengan Kuta atau daerah yang dekat dengan pantai, sehingga tidak terjadi salah kostum seperti kami yang hanya menggunkan kaos tanpa lengan yang mengakibatkan masuk angin. Perjalanan ke Ubud sungguh indah dengan tersajinya pemandangan terasiring sawah seperti lukisan alam yang mengagumkan, memang tidaklah salah jika UNESCO menetapkan sebagai keajaiban dunia. Dan hari ketiga kami di habiskan seharian untuk  menikmati sejuknya alam Ubud. Meski pas pulang ke hotel kami ada masalah sedikit dengan Polisi Bali sehingga kena tilang karena tidak lihat lampu merah, pelajaran yang dapat di petik adalah kita harus taat berlalu lintas dimanapun berada.

Melihat tari kecak atau tari pendet di GWK adalah agenda hari keempat kami. Perjalanan menuju ke GWK sangat mudah karena kita melewati Universitas Udayana dan adanya penunjuk jalan yang jelas tidak seperti ketika kami pergi ke pantai geger. Dengan membayar Rp 30.000,- sebagai biaya tiket masuk GWK kita bisa keliling di area wisata GWK. Sebenarnya pembangunan GWK itu sendiri belumlah selesai keseluruhannya dan di depan pintu masuk terlihat ada bangunan yang terbengkelai. Selain tari Pedet dan Kecak kita bisa melihat patung yang tersebar di area GWK dan melihat Bali dari ketinggian.




Setelah puas melihat patung dan berfoto-foto kami pulang di lanjutkan ke Djoger terlebih dahulu. Djoger adalah merek dagang kaos khas bali dengan kata – kata yang unik. Karena Djoger adalah kaos khas Bali sehingga ketika kami datang sudah ramai oleh pembeli yang kebanyakan wisatawan tour grup dari dalam negeri.

Menikmati keindahan alam Bali disaat surya tenggelam di ufuk barat  adalah sebagian kecil dari  kebahagiaan  tanpa sebab. Tetapi sebelum menikmatinya  kami berburu oleh-oleh terlebih dahulu disekitar Kuta dan Legian. Di sepanjang jalanan yang kita lewati banyak sekali pedagang yang menjajakan souvenir khas Bali seperti topeng leak, kain Bali, perhiasan dan masih banyak lagi jenis oleh-oleh yang di perjual belikan. Setelah lelah berbelanja dan waktu hampir mendekati Magrib kami pun segera pulang dan mandi setelah itu di lanjutkan ke pantai Legian. Karena untuk mencapai pantai Legian dari hotel Suriwathi hanya membutuhkan waktu kurang lebih 5 menit dengan jalan kaki sehingga kami memilih menikmati senja dan sunset di pantai Legian sambil melihat wisatwan yang sedang bermain selancar. 


Ada ketenangan ketika menikmati senja di tepi pantai dan mengabadikan surya menuju ke peraduan dan di iringi musik Jazz sungguh menakjubkan karunia Tuhan. Setelah puas dan hari sudah mulai gelap kami pun pulang ke hotel supaya bisa tidur lebih cepat karena besok adalah hari terakhir di bali. Karena dua orang temen baru kami minta ketemuan, maka di putuskan untuk ketemuan di  pantai Legian untuk menikmati malam di tepi pantai. Akhirnya kita bertemu dengan mereka dengan di temani suara deburan ombak yang bergemuruh membuat kami menikmati malam terakhir di tepi pantai penuh kedamaian. Setelah larut malam kami pun mengantar mereka pulang ke Hotel, karena hari kepulangan ke Jakarta di hari yang sama sehingga kita janjian untuk pergi ke bandara bersama. Hari kelima di lalui dengan beli oleh-oleh dan menikmati senja di pantai Legian.

Hari terakhir kami di Bali hanya di habiskan dengan packing semua barang yang berserakan di kamar supaya tidak ada satupun yang tertinggal. Setelah packing selesai dan check out dari hotel, kami tidak langsung ke bandara tetapi jemput teman baru kami di hotel mereka. Dalam perjalanan ke bandara kami mampir terlebih dahulu ke Toko Krisna. Toko Krisna merupakan pusat oleh-oleh yang terkenal di Bali karena barang-barang yang dijual beragam dan dengan harga yang terjangkau pula apalagi berlokasi dekat dengan bandara sehingga memudahkan wisatawan untuk menjangkaunya. Setelah selesai belanja perjalanan di lanjutkan menuju bandara. Karena penerbangan kami ada perubahan jam sehingga harus ke bandara lebih awal untuk konfirmasi. Sebenarnya jika kita menunggu di bandara waktu seperti berjalan dengan cepatnya. 

Berakhirlah sudah liburan di Bali setelah pesawat yang kami naiki terbang menembus kegelapan malam menuju Jakarta. Suatu hari nanti saya masih ingin menjelajahi Bali yang belum sempat di explore keindahannya seperti Desa Tenganan yang merupakan desa adat yang masih ada dari dulu. Liburan yang mengesankan dengan pengalaman dan temen baru yang sampai sekarang kami masih berkomunikasi dengan baik. Menyempatkan waktu untuk liburan kita akan lebih banyak mengetahui kehidupan sosial masyarak daerah lain ataupun Negara lain dan keindahan alamnya serta bersyukur atas apa yang dimiliki selama ini. Selamat Berlibur….



Comments

Post a Comment

Popular posts from this blog

The 3 F’s of Eid Al-Fitr in Indonesia

Instagramable Coffee Shop In Seminyak

Shishi Seminyak, The Best Place for Party with Free Flow Drink on 9-11 pm